Kamis, 28 Juli 2016

SISTEM DAN STRUKTUR SOSIAL, EKONOMI, DAN BIROKRASI KERAJAAN HINDU-BUDDHA

SISTEM DAN STRUKTUR SOSIAL, EKONOMI, DAN BIROKRASI KERAJAAN HINDU-BUDDHA 

Masuknya ajaran Hindu-Buddha ke Nusantara ternyata menimbulkan sejumlah perubahan. Bagaimanakah wujud nyata perubahan tersebut pada struktur sosial, kehidupan ekonomi, dan suksesi kekuasaan? Berikut penjelasannya.
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia berkembang pesat sejak abad V hingga awal abad X. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari kontak dagang yang dilakukan oleh masyarakat Nusantara dengan pedagang-pedagang asing yang singgah. Dengan masuknya ajaran Hindu-Buddha, di Indonesia, mulai muncul perkawinan campuran dengan penduduk setempat. Perkawinan campuran kemudian membentuk kelompok masyarakat sendiri yang secara perlahan menguasai wilayah tertentu dan mendirikan kerajaan di daerah tersebut.
Masuknya ajaran Hindu-Buddha membawa perubahan pada masyarakat Nusantara, di antaranya:
1. SISTEM DAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT
Pada masa kerajaan Hindu di Indonesia, perubahan yang terjadi di sistem dan struktur sosial masyarakat terletak pada penerapan sistem kasta layaknya di India, yang mengelompokkan masyarakat berdasarkan tingkatan kehidupan dan berlaku secara turun-temurun. Namun, di Indonesia, terjadi perbedaan mendasar terkait pemberlakuan sistem kasta. Masyarakat Indonesia hanya menggunakan kasta untuk membedakan status sosial masyarakat, sedangkan di India sistem kasta digunakan untuk membedakan status sosial antara bangsa Arya dengan Dravida.
Pada masa kerajaan Buddha, juga terbentuk kelompok-kelompok masyarakat. Mereka adalah kelompok masyarakat Bhiksu dan Bhiksuni yang tinggal di dalam vihara dan meninggalkan hal-hal duniawi. Sementara kelompok masyarakat lainnya adalah kelompok masyarakat umum yang masih terpengaruh oleh kehidupan duniawi. Yang menarik adalah dapat terjadi perpindahan kelompok, jika anggota kelompok kedua mendapatkan pencerahan.
2. SISTEM BIROKRASI
Beberapa kerajaan Hindu yang pernah berkembang di Indonesia, antara lain, Kerajaan Mataram, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Bali, dan Kerajaan Majapahit. Di awal perkembangan kerajaan Hindu di Indonesia, sumber sejarah yang menerangkan tentang struktur birokrasi kerajaan terbilang minim. Namun, kemudian ditemukan sebuah catatan bahwa Kerajaan Hindu membagi wilayah kerajaannya menjadi dua bagian, yaitu pusat kerajaan dan daerah watak. Pusat kerajaan atau ibu kota memiliki istana sebagai tempat tinggal raja, putra raja dan pejabat tinggi kerajaan. Sedangkan daerah watak adalah daerah yang dipimpin oleh pejabat yang menguasai sebuah daerah secara turun-temurun serta mencakup sejumlah desa.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan raja yang dibantu oleh orang kepercayaannya atau disebut Mangkubumi. Mereka membentuk pejabat di daerah untuk menjalankan tugas sehari-hari di wilayah yang lebih kecil, namun tetap tunduk kepada raja di pusat kerajaan. Untuk peralihan kekuasaan, dilakukan secara turun-temurun, dari raja kepada putra mahkota, namun dapat beralih ke raja di daerah bila raja terdahulu tidak memiliki keturunan.
Adapun salah satu kerajaan Buddha terbesar di Nusantara adalah Kerajaan Sriwijaya. Dalam hal birokrasi semasa kerajaan Buddha Nusantara tidak ada perbedaan terlalu jauh dengan kerajaan-kerajaan Hindu. Hanya saja, pada kerajaan Buddha, raja di pusat mengutus keturunannya sendiri untuk menjadi penguasa di daerah, bukannya mengangkat orang lain untuk diberikan tanggung jawab. Sistem peralihan kekuasaan masih dilakukan secara turun-temurun dari garis keturunan langsung.
3. SISTEM EKONOMI
Sistem ekonomi di masa kerajaan Hindu-Buddha tidak memiliki perbedaan. Kerajaan menguasai tanah dalam wilayahnya. Rakyat melakukan kegiatan di atas tanah dengan nama kerajaan, tapi dapat melakukan jual beli atas tanah tersebut. Walau demikian, apabila suatu saat kerajaan meminta penguasaan atas tanah, maka rakyat tidak dapat menolak permintaan tersebut. Rakyat juga diwajibkan untuk membayar pajak yang digunakan membiayai keperluan kerajaan. Adapun penarikan pajak dilakukan oleh para pejabat daerah.
Masyarakat di masa kerajaan Hindu-Buddha menjadi sumber tenaga kerja yang tidak terbatas. Kerajaan memiliki wewenang untuk memerintahkan rakyatnya melakukan pembangunan, tanpa ada kompensasi atau imbalan apa pun. Dari segi pendapatan, masyarakat kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara menggantungkan penghasilannya dari kegiatan agraris di lahan yang mereka miliki. Mayoritas tanaman yang dijual adalah rempah-rempah yang diminati oleh bangsa Eropa dan sebagian bangsa Asia. Perdagangan dilakukan melalui kontak di kota-kota pelabuhan dengan memanfaatkan lokasi kerajaan yang terletak dekat laut dan selat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar