Kamis, 28 Juli 2016

HIPOTESIS DAN POLA PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

HIPOTESIS PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Masuknya ajaran Islam ke Indonesia dapat diketahui dengan merujuk pada beberapa teori. Bagaimanakah asumsi dari teori-teori tersebut? Apakah landasan rasional yang digunakan sebagai dasar teori? Berikut penjelasannya.
Agama Islam adalah salah satu agama yang berkembang di Indonesia dengan banyak campur tangan dari berbagai pihak. Menurut para pakar sejarah, terdapat tiga teori yang menjelaskan penyebaran Islam di Indonesia. Ketiga teori dimaksud memberikan jawaban tentang waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara, dan individu/kalangan yang membawa Islam ke Nusantara. Ketiga teori tersebut adalah:
1) Teori Gujarat
Teori ini menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII dan dibawa dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah :
• Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
• Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
• Nisan Sultan Samudera Pasai, Malik Al Saleh, di tahun 1297 yang memiliki corak khas Gujarat.
Teori Gujarat didukung oleh dr. Snouck Hurgronje, W.F Stutterheum, dan Bernard H.M Vlekke. Dalam Teori Gujarat, dasar yang dipakai adalah munculnya kekuasaan politik Islam dengan berdirinya kerajaan Samudera Pasai. Teori Gujarat juga bersumber dari keterangan Marcopolo yang pernah singgah di Perlak pada tahun 1292. Dalam catatan perjalanannya, ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
2) Teori Makkah
Teori Makkah termasuk teori baru yang muncul dan merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat. Teori Makkah menjelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia di abad VII yang berasal dari Arab (Mesir). Dasar dari teori ini adalah:
• Pada abad VII di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam yang didirikan oleh para pedagang Arab. Teori ini didukung fakta bahwa para pedagang Arab sudah mendirikan kampung dagang di Kanton dan di daerah lain yang mereka lintasi untuk berdagang sejak abad IV.
• Kerajaan Samudera Pasai disebut menganut aliran Mazhab Syafi’i. Penganut ajaran Mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah, sedangkan di India yang berkembang pesat adalah Mazhab Hanafi.
• Raja Samudera Pasai menggunakan gelar Al Malik, gelar yang sama dengan yang dipakai oleh bangsawan Mesir. 
Teori Makkah didukung oleh Hamka, Van Leur, dan T. W Arnold. Menurut Teori Makkah, ajaran Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad VII, namun baru berubah menjadi sebuah kekuatan politik di abad XIII melalui Kerajaan Samudera Pasai.
3) Teori Persia
Teori Persia didasarkan pada persamaan antara budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam-Indonesia. Teori Persia menyatakan bahwa ajaran Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII. Dasar teori ini adalah:
a) Kesamaan ajaran sufi yang dianut Syeikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran, Al-Hallaj.
b) Penggunaan istilah bahasa Iran dalam pengejaan huruf Arab untuk tanda bunyi Harakat. 
c) Persamaan kebudayaan dalam memperingati 10 Muharram. Di Sumatera Barat diperingati sebagai Upacara Tabuik dan di Pulau Jawa disebut dengan Syuro. Sementara di Iran, diperingati sebagai hari meninggalnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.
Ketiga teori di atas memiliki argumentasi yang sama-sama kuat, namun dari ketiganya diperoleh persamaan bahwa ajaran Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai. Ajaran Islam masuk pada awal abad VII dan berkembang mencapai puncaknya pada abad XIII. Puncak perkembangan ajaran Islam ditandai dengan munculnya kekuasaan kerajaan Islam di Nusantara.
Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Perlak, dan Kerajaan Demak adalah beberapa dari sekian banyak kerajaan Islam yang berkembang di Nusantara. Kerajaan-kerajaan tersebut memiliki hubungan erat dengan pedagang-pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat (India). Hal inilah yang turut membawa kemajuan bagi masuknya ajaran Islam di Indonesia.

POLA PENYEBARAN AGAMA ISLAM 

Agama Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia disebarkan dengan berbagai metode. Bagaimanakah pola penyebaran Islam di Nusantara? Bagaimanakah dampak penyebaran Islam di masyarakat? Berikut penjelasannya.
Perkembangan agama Islam menjadi salah satu kekuatan politik di Nusantara terjadi pasca runtuhnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Banyak teori yang mencoba menjelaskan proses penyebaran agama Islam di Indonesia hingga berkembang menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia saat ini. Dari beberapa teori yang dikemukakan, disimpulkan beberapa saluran penyebaran agama Islam di Indonesia, antara lain:
1) Jalur Perdagangan
Nusantara adalah salah satu wilayah yang menjadi jalur perdagangan dunia. Posisi geografis yang baik menjadi daya tarik tersendiri bagi pedagang-pedagang dari negara lain untuk singgah ke Indonesia dan melakukan kegiatan perdagangan. Termasuk di antaranya adalah pedagang-pedagang dari Gujarat, India, Mesir, dan Persia yang telah melakukan kontak dagang di wilayah Nusantara sejab abad VII. Kegiatan perdagangan yang dilakukan berlangsung dalam waktu cukup lama, sehingga banyak dijumpai perkampungan-perkampungan Islam yang didirikan oleh pedagang tersebut sebagai tempat tinggal sementara. Selama masa tinggalnya ini, sebagai penganut Islam, mereka diyakini menyampaikan dakwah, sekaligus mengajarkan Islam dan kebudayaannya kepada masyarakat di Nusantara. Hal inilah yang turut membantu proses penyebaran agama Islam di Nusantara.
2) Perkawinan
Dari beberapa pedagang Islam yang berdiam sementara di Indonesia, beberapa di antaranya memutuskan untuk menetap. Sebagai bukti, di beberapa kota di Indonesia, terdapat Kampung Pekojan sebagai tempat tinggal para pedagang Gujarat. Sebagian dari pedagang ini kemudian menikahi penduduk setempat, umumnya adalah putri raja atau bangsawan. Proses perkawinan tersebut turut mempercepat masuknya Islam ke Indonesia karena setelah perkawinan dilakukan, banyak keluarga raja dan bangsawan yang lantas memilih masuk Islam.
3) Pendidikan
Perkembangan Islam yang terbilang cepat turut memunculkan beberapa tokoh pendidik yang mendirikan pondok-pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam. Mereka ini disebut dengan ‘mubalig’ atau ‘ulama’. Lembaga yang mereka dirikan memberikan didikan bagi pemuda-pemudi seputar agama Islam dan kebudayaannya. Setelah dianggap mahir, maka pemuda-pemudi tadi akan kembali ke masyarakat untuk mengajarkan apa yang diketahuinya kepada masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Proses dimaksud juga turut mempercepat penyebaran Islam di Nusantara. Beberapa pesantren yang ada di Pulau Jawa diketahui dibangun pada masa Wali Songo, seperti Pesantren Sunan Ampel dan Pesantren Sunan Giri.
4) Pemerintahan
Di masa kerajaan, kekuasaan tertinggi berada di tangan raja. Karenanya jika seorang raja telah memeluk agama Islam melalui sebuah perkawinan, maka rakyat akan cenderung mengikuti kepercayaan raja yang dijadikan panutan.
5) Seni Budaya
Dari perkawinan yang dilakukan dengan penduduk setempat, maka akan terjadi percampuran dengan kebudayaan lokal. Hal ini banyak dijumpai di daerah Yogyakarta, Solo, dan Cirebon pada relief bangunan, seni pahat, seni tari, musik, serta sastra. Ajaran Islam berusaha untuk dapat seakrab mungkin dengan budaya setempat.
6) Tasawuf
Seorang sufi lazimnya dikenal dengan keserhanaan. Mereka menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah masyarakat. Para sufi biasanya memiliki keahlian dalam membantu masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Para Sufi pada masa awal, di antaranya Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung di Jawa. Melalui tasawuf, agama Islam dapat berkembang pesat dan diterima masyarakat dengan baik pada abad XIII. Faktor-faktor yang turut membantu ajaran Islam cepat bekembang di Indonesia, antara lain: 
• Syarat masuk Islam hanya dilakukan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
• Tata cara beribadahnya Islam sangat sederhana. 
• Agama yang menyebar ke Indonesia disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia.
• Penyebaran Islam dilakukan secara damai.
7) Peranan Para Wali
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (Wali Sembilan). Wali ialah orang yang telah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Para wali ini umumnya dekat dengan kalangan istana dan bertugas untuk memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta.
Kedekatan dengan kalangan istana adalah salah satu alasan mereka digelari Sunan atau Susuhunan (Junjungan Tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah:
1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Wali yang pertama datang ke Jawa pada abad XIII dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. 
2) Sunan Ampel (Raden Rahmat), menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
3) Sunan Drajat (Syarifudin), anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya.
4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim), anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. 
5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said), murid dari Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. 
6) Sunan Giri (Raden Paku), menyiarkan Islam di luar Pulau Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. 
7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq), menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Beliau merupakan perancang dari Mesjid dan Menara Kudus.
8) Sunan Muria (Raden Umar Said), menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. 
9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar