Kamis, 28 Juli 2016

Kerajaan Banten

KERAJAAN BANTEN 

Bagaimanakah asal mula berdirinya Kerajaan Banten? Bagaimanakah perjuangan Kerajaan Banten terhadap cengkraman VOC? Berikut penjelasannya.
Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam yang berada di wilayah Nusantara. Kerajaan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah, yang kelak dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Bermula dari daerah di wilayah kekuasaan Kerajaan Padjajaran, Syarif Hidayatullah melakukan perebutan kekuasaan pada tahun 1526 untuk menguasai bagian barat pantai Jawa, sekaligus menundukkan Kerajaan Padjajaran. Penaklukan Kerajaan Padjajaran dilakukan setelah adanya penolakan dari penguasa atas penyebaran agama Islam di wilayah kerajaan. Penaklukan dipimpin oleh Syarif Hidayatullah, bersama pasukan Kerajaan Demak dan Kerajaan Cirebon.
Setelah jatuhnya Kerajaan Padjajaran dan Pelabuhan Sunda Kelapa, wilayah Banten masih tetap menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Demak. Barulah ketika Sultan Hadiwijaya memimpin Demak, Banten berkembang menjadi kesultanan terpisah. Raja pertama Banten adalah putra dari Syarif Hidayatullah, yaitu Maulana Hasanuddin. Di masa pemerintahannya, agama Islam mendapatkan porsi persebaran yang sangat luas. Selain itu, dengan memanfaatkan Pelabuhan Sunda Kelapa, kegiatan perdagangan juga berkembang pesat. Kerajaan Banten tercatat memiliki hubungan baik dengan Kerajaan Indrapura di Sumatera, yang ditandai dengan pernikahan politik antara Maulana Hasanuddin dengan putri dari Raja Indrapura. Berangsur, Kerajaan Banten berhasil menaklukkan Kerajaan Padjajaran secara penuh di bawah pimpinan Maulana Yusuf, pasca penaklukan Pakuan pada tahun 1579.
Kerajaan Banten mengalami kekosongan kekuasaan, ketika pada tahun 1589, Raja Maulana Hasanuddin gugur dalam sebuah serangan ke Kerajaan Palembang. Kekosongan kekuasaan disiasati dengan pembentukan badan perwalian oleh Jayanegara dan Nyai Emban Rangkung. Pada masa ini, armada dagang Belanda tiba untuk pertama kalinya di kerajaan Banten dipimpin oleh Cornelis de Houtman.
Kedatangan armada Belanda (VOC) berusaha untuk diusir dari wilayah Kerajaan Banten pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Sadar dengan keterbatasan kekuatan militer yang dimiliki jika melakukan konfrontasi, maka Sultan memerintahkan perampokan dan perusakan perkebunan Belanda untuk melemahkan perdagangan Belanda. Semasa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mengalami perkembangan pesat sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar di Nusantara. Beberapa kebijakan yang diambil oleh Sultan semasa pemerintahannya, antara lain:
1) Memajukan perdagangan Banten dengan memperluas daerah kekuasaan kerajaan.
2) Menjadikan Banten sebagai bandar internasional dengan Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai bandar perdagangan utama.
3) Modernisasi bangunan istana dengan arsitek Lukas Cardeel.
4) Membangun armada laut.
Pada tahun 1671, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkotanya, Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji sebagai Raja Muda. Sultan Haji berperan menjalankan kebijakan pemerintahan sehari-hari di bawah pengawasan Sultan Ageng Tirtayasa. Sayangnya, wewenang yang dimiliki ini malah mendekatkan hubungan Sultan Haji dengan Belanda (VOC). Dengan kedekatan yang dimiliki, VOC mulai mengambil peran dalam pemerintahan Kerajaan Banten. Beberapa keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Sultan Haji kerap dipengaruhi oleh VOC. Hal ini kemudian menimbulkan perpecahan di internal kerajaan Banten, setelah Sultan Ageng Tirtayasa berniat mencabut mandat kekuasaan dari Sultan Haji yang dinilai telah menyimpang dari tujuan perjuangan awal dan melantik Pangeran Purbaya, putra keduanya, sebagai putra mahkota. Tindakan tersebut ditentang oleh Sultan Haji yang mendapat dukungan dari Belanda setelah menandatangani perjanjian pada tahun 1682 yang mengatur beberapa hal, seperti:
• Belanda mengakui Sultan Haji sebagai Sultan Kerajaan Banten.
• Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon dan tidak boleh melakukan perdagangan di daerah Maluku.
Pada tahun 1683, atas bantuan dari pihak Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia. Sultan wafat pada tahun 1692, sekaligus menjadikan Kerajaan Banten sebagai wilayah kekuasaan Belanda. Pangeran Purbaya sendiri berhasil meloloskan diri sebelum kemudian tertangkap oleh Untung Suropati, seorang utusan Belanda, pada tahun 1689.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar