Kamis, 28 Juli 2016

Kerajaan Aceh

 KESULTANAN ACEH 

Bagaimanakah proses penyatuan kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Aceh dalam satu Kesultanan? Apakah hambatan yang dialami Kesultanan Aceh? Berikut penjelasannya
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Kesultanan Aceh didirikan di wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian berkembang seiring dengan penaklukan beberapa wilayah lainnya, seperti Daya, Pedir, Lidie, dan Nakur. Penaklukan terbesar adalah pada tahun 1524, yakni penyatuan wilayah dengan Kerajaan Samudera Pasai dan diikuti juga dengan Kerajaan Aru. Kesultanan Aceh terletak di utara Pulau Sumatera dengan ibukotanya, Kutaraja.
Di masa kejayaannya, Kesultanan Aceh memiliki komitmen untuk menentang imperialisme Eropa. Terutama, karena Kesultanan Aceh telah memilih ajaran Islam sebagai dasar dari pemerintahannya, sementara imperialisme Eropa selalu berkaitan dengan misi zending atau penyebaran agama Nasrani. Kesultanan Aceh telah memiliki sistem pendidikan militernya sendiri dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Salah satu pemimpin Kesultanan Aceh di masa keemasannya adalah Sultan Iskandar Muda. Pada masa kepemimpinannya, Aceh berhasil memukul mundur tentara Portugis dari Selat Malaka pada tahun 1582. Kesultanan Aceh melakukan konfrontasi dengan Portugis saat berupaya memperluas wilayah Kesultanan di Selat Malaka dan Semenanjung Melayu.
Semasa kepemimpinan Sultan Alaudin Riayat Syah al Kahar, Kesultanan Aceh semakin berkembang menjadi kerajaan yang kuat dengan kekuatan angkatan perang besar. Hubungan diplomatik luar negeri dilakukan dengan negara Islam di Timur Tengah, yaitu Turki dan India. Sultan juga mengirimkan utusan ke Konstatinopel untuk meminta bantuan melawan kekuasaan kerajaan-kerajaan lain dalam upayanya melakukan ekspansi kekuasaan. Hal ini dapat dibuktikan melalui sumber sejarah pada La Grand Encyclopediebahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa, Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Kesultanan Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia.
Masyarakat di Kesultanan Aceh hidup dengan cara berdagang. Komoditas dagang utama Kesultanan Aceh adalah rempah-rempah dan emas. Hubungan yang baik dengan bangsa lain turut berpengaruh pada kemajuan kebudayaan rakyat Kesultanan. Masyarakat sudah mengenal hukum adat yang dilandasi ajaran Islam atau Hukum Adat Makuta Alam. Hukum tersebut mengatur pengangkatan Sultan agar selaras dengan hukum adat. Selain itu, dalam menjalankan kekuasaannya, Sultan mendapatkan pengawasan dari alim ulama, kadhi, dan dewan kehakiman. Mereka memberikan peringatan dan pertimbangan kepada Sultan terhadap pelanggaran adat dan hukum. Adapun di dalam masyarakat, secara tidak sadar, telah berkembang sistem feodalisme dan pelapisan sosial. Sebagai contoh, adalah pembagian masyarakat atas kaum bangsawan sebagai pemegang kekuasaan dalam pemerintahan sipil yang disebut dengan Teuku dan kaum ulama yang memegang peranan dalam kegiatan keagamaan bergelar Tengku. Antara kedua golongan tersebut kerap terjadi persaingan, sehingga turut berdampak melemahkan Kesultanan Aceh.
Kemunduran Kesultanan Aceh berlangsung di tahun 1641, setelah meninggalnya Sultan Iskandar Tsani. Kemunduran disebabkan beberapa hal. Yang paling utama adalah semakin menguatnya kekuasaan Belanda di Pulau Sumatera dan Selat Malaka yang ditandai dengan jatuhnya Minangkabau, Siak, Tapanuli, dan Mandailing ke dalam jajahan Belanda. Hal lainnya adalah akibat terjadinya perebutan kekuasaan antara sesama pewaris tahta Kesultanan Aceh. Daerah kekuasaan Kesultanan Aceh juga secara perlahan melepaskan diri dari Kesultanan, seperti Johor, Pahang, Minangkabau dan Siak.
Kesultanan Aceh berdiri lebih kurang selama 4 abad, namun seiring dengan datangnya Belanda, muncul berbagai tipu muslihat untuk mengambil alih Kesultanan sebagai bagian dari jajahan. Traktat London pada tahun 1824 adalah salah satu legitimasi dari Belanda untuk mengambil alih seluruh wilayah kekuasaan Inggris di di Pulau Sumatera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar