Kamis, 28 Juli 2016

Kerajaan Malaka

KESULTANAN MALAKA


Kesultanan Malaka berada di antara Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka. Bagaimanakah keberadaan Kesultanan Malaka? Bagaimanakah kehidupan masyarakat Kesultanan Malaka? Berikut penjelasannya.
Kesultanan Malaka berada di antara Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka. Kesultanan Malaka dipengaruhi ajaran Islam dalam segenap keberadaannya. Ajaran Islam menyebar melalui kontak dagang dengan Kerajaan Samudera Pasai dan melalui pedagang-pedagang yang menyinggahi kesultanan. Pada abad ke-14 14, Kesultanan Malaka berkembang menjadi kota pelabuhan paling ramai di Asia Tenggara.
Kesultanan Malaka mengalami kejayaan semasa pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah. Di bawah kepimpinannya, Kesultanan Malaka melakukan ekspansi hingga wilayah Semenanjung Malaya dan pesisir timur Pantai Sumatera. Kesultanan Malaka berhasil memperluas wilayah kekuasaannya menjangkau Kerajaan Aru, Kedah, serta Pahang. Kehidupan politik umumnya berlangsung damai, sementara perluasan kekuasaan atau pun penjagaan stabilitas kekuasaan dilakukan dengan hubungan diplomatik maupun ikatan perkawinan. Sebagai contoh, adalah perkawinan antara Parameswara atau Sultan Iskandar Syah dengan salah seorang putri dari Kerajaan Majapahit.
Beberapa pemimpin Kesultanan Malaka yang memegang tampuk pemerintahan, di antaranya:
1) Sultan Iskandar Syah, yang merupakan pendiri dari Kesultanan Malaka. Ia adalah salah satu petinggi Kerajaan Majapahit yang melarikan diri saat terjadi ‘Perang Paregreg’. Pelariannya ke daerah Tumasik (Singapura) kemudian dilanjutkan sampai ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kampung Malaka sebagai cikal bakal dari Kesultanan Malaka. Nama aslinya ialah Parameswara, namun kemudian mengubah namanya menjadi berciri Islam, Iskandar Syah, dengan alasan menjaga stabilitas perdagangan di wilayahnya.
2) Sultan Muhammad Iskandar Syah, yakni putra dari Sultan Iskandar Syah dengan wilayah kekuasaan hingga mencapai seluruh Semenanjung Malaya. Perluasan kekuasaan wilayah dilakukan melalui perkawinan dengan putri Kerajaan Samudera Pasai. Hal ini agar tentara Kerajaan Samudera Pasai yang jumlahnya besar dapat mendukung ambisi Kesultanan Malaka. 
3) Sultan Mudzafat Syah, yang naik tahta setelah berhasil menyingkirkan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam yang dapat digagalkan. Perluasan wilayah yang dilakukan meliputi Pahang, Indragiri, dan Kampar.
4) Sultan Mansyur Syah, yakni putra dari Sultan Mudzafat Syah. Semasa pemerintahannya, Kesultanan Malaka menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara.
5) Sultan Alaudin Syah, yang semasa pemerintahannya harus menghadapi kemunduran Kesultanan Malaka karena satu demi satu wilayah yang dikuasainya berusaha melepaskan diri.
6) Sultan Mahmud Syah, yaitu putra dari Sultan Alaudin Syah. Di masa pemerintahannya, Kesultanan Malaka telah sangat lemah. Hal ini dimanfaatkan oleh Portugis dengan melakukan serangan pada tahun 1511 di bawah pimpinan Alfonso d’ Albuquerque, yang sekaligus mengakhiri keberadaan Kesultanan Malaka.
Kehidupan masyarakat di Kesultanan Malaka didominasi oleh kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan posisi strategisnya di jalur lintas dunia. Kesultanan Malaka memungut beberapa jenis pajak dan cukai untuk barang-barang yang masuk dan keluar di wilayahnya. Selain itu, diberlakukan juga peraturan guna mengatur kegiatan pelayaran dan perdagangan di wilayah Kesultanan Malaka.
Di Kesultanan Malaka berkembang satu bahasa yang dijadikan bahasa perantara, yaitu bahasa Melayu. Dalam masyarakat juga berkembang seni sastra Melayu dengan penggambaran terhadap tokoh-tokoh pahlawan dari Kerajaan Malaka sendiri, seperti Hang Tuah, Hang Lekir, serta Hang Jebat. Kebudayaan mereka juga sangat terbuka dengan kebudayaan bangsa lain, sehingga memungkinkan berbagai kebudayaan tumbuh dan berkembang. Beberapa sumber sejarah tentang Kesultanan Malaka diperoleh dari:
• Sulalatus Salatin
Mengatakan bahwa Kesultanan Malaka merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu di Singapura. Serangan dari Pulau Jawa (Majapahit) dan Siam menyebabkan pusat pemerintahan berpindah ke Malaka.
• Kronik Dinasti Ming
Mencatat Parameswara (Iskandar Syah) sebagai pendiri Malaka mengunjungi Kaisar Cina di Nanjing pada tahun 1405 dengan membawa upeti dan meminta pengakuan atas wilayah kedaulatannya. Sebagai balasan upeti yang diberikan, Kaisar Cina menyetujui untuk memberikan perlindungan pada Kesultanan Malaka. Tercatat 29 kali utusan Kesultanan Malaka mengunjungi Kaisar Cina. Dampak bermakna dari hubungan Kesultanan Malaka dengan Cina adalah menghindarkan kemungkinan adanya serangan Kerajaan Siam dari utara. Hal ini terutama setelah Kaisar Cina mengabari penguasa Siam mengenai kedekatannya dengan Kesultanan Malaka. Keberhasilan dalam hubungan diplomasi dengan Cina mampu menjaga stabilitas pemerintahan Kesultanan Malaka, sehingga lantas berkembang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, sekaligus salah satu pangkalan militer Dinasti Ming.
• Laporan dari Kunjungan Laksamana Cheng Ho (1409) 
Mengambarkan bahwa ajaran Islam telah mulai dianut oleh masyarakat Kesultanan Malaka.
• Kitab Pararaton
Disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu Bhra Hyang Parameswara (Iskandar Syah) sebagai suami dari Ratu Majapahit, Ratu Suhita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar