Kamis, 28 Juli 2016

KONSEP KEKUASAAN KERAJAAN BERCORAK ISLAM

KONSEP KEKUASAAN KERAJAAN BERCORAK ISLAM

Era kerajaan Islam di Indonesia berawal dari takluknya kerajaan Hindu-Buddha terakhir. Bagaimanakah konsep pembagian kekuasaan di kerajaan bercorak Islam? Bagaimanakah perbedaannya dengan konsep yang berlaku di kerajaan Hindu-Buddha? Berikut penjelasannya.
Masa kerajaan Islam di Nusantara berlangsung setelah terjadinya penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir yang ditaklukkan oleh kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, yakni Kerajaan Demak. Dengan rentang pergantian era yang singkat, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara mengalami akulturasi dengan konsep kekuasaan kerajaan-kerajaan Hindu.
Dalam kerajaan Islam, seperti halnya di kerajaan Hindu-Buddha, raja yang berkuasa dipercayai memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan rakyatnya. Penguasa tersebut memiliki hak untuk menciptakan hukum dan menganggap bahwa kekuasaan yang dimiliknya diperoleh berdasarkan wangsit atau pulung. Khusus pada kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, banyak raja yang menganggap dirinya beristrikan Nyi Roro Kidul, yang digambarkan sebagai penguasa Laut Selatan dengan kekuasaan atas lautan yang sangat luas. Penguasa di masa kerajaan Islam jarang menyebut dirinya atau digelari sebagai raja, mereka lebih sering menggunakan gelar seperti Sunan, Sultan, atau pun Susuhunan. Tidak jarang mereka mengangkat dirinya sebagai Khalifah atau penguasa kaum muslimin dan muslimat.
Pada masa kerajaan Islam, penguasa selalu didampingi oleh penasihat raja. Bila pada masa Hindu-Buddha, para penasihat disebut sebagai brahmana, maka pada masa kerajaan Islam disebut dengan Wali, Sunan, atau pun Kiai. Karena di masa kerajaan Islam, hukum yang berlaku adalah hukum Islam, maka penasihat raja umumnya adalah orang yang mahir dalam bidang agama. Tidak jarang, penasihat raja adalah sosok yang melantik raja untuk pertama kalinya. Hal ini dijumpai di Kerajaan Demak ketika Wali Songo menobatkan Raden Patah sebagai penguasa pertama Demak dengan pertimbangan bahwa Raden Patah dapat mengemban tugas untuk menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam di Pulau Jawa.
Untuk melegitimasi kekuasaan yang dimilikinya, seorang penguasa di masa kerajaan Islam memiliki beberapa benda pusaka yang mereka yakini disampaikan kepadanya melaluiwangsit atau pulung. Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa memiliki benda pusaka yang diambil dari Istana Majapahit pasca penaklukan. Namun, pengambilalihan benda pusaka ini tidak dilakukan begitu saja, melainkan dikuasai terlebih dahulu oleh Sunan Giri sebagai bagian dari ritual yang dipercayai dapat menolak malapetaka. Salah satu bentuk lain dari legitimasi yang dilakukan adalah dengan menuliskan cerita-cerita rakyat seputar tahta kerajaan tersebut. Sastra rakyat itu kemudian diceritakan turun-temurun oleh masyarakat dengan harapan dapat mewariskan budi baik yang dimiliki oleh penguasa kepada masyarakat.
Berhubungan dengan suksesi kekuasaan, konsep di kerajaan Islam hampir sama dengan konsep kerajaan di masa Hindu-Buddha. Kekuasaan diwariskan secara turun-temurun pada keturunan yang berada satu garis dari penguasa sebelumnya. Kekuasaan ini diperjelas dengan penyusunan silsilah politik yang dilakukan oleh anggota kerajaan yang ditunjuk oleh penguasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar